Saturday, November 30, 2013

Wisata Citumang (Green Valley)

Jauh di pedalaman Parigi, Pangandaran Sungai Citumang mengalir di sebuah hutan hijau lebat yang airnya berwarna kebiruan. Sungai ini dihiasi oleh bebatuan indah, cabang-cabang pohon dan semak-semak. Airnya mengalir ke sebuah gua yang menakjubkan. Di sini, ketenangan akan menyapa Anda. Satu-satunya suara yang Anda dengar adalah suara harmoni alam yang manis, musik yang diciptakan oleh gemericik air dan bisikan angin yang berjalan melalui pepohonan, disertai suara hewan yang bersembunyi malu.
Sungai yang tenang ini terletak di Desa Bojong, kabupaten Ciamis, sekitar 15 km sebelah barat Pangandaran. Nama Citumang, berasal dari penduduk setempat yang percaya bahwa ada buaya  yang kakinya patah tinggal di sungai ini. Nama buaya tersebut "Si Tumang", maka sungai ini diberi nama Citumang.
Ketika Anda berjalan lebih jauh mengikuti aliran air, Anda akan menemukan sebuah keajaiban alam yang langka. Air sungai masuk kedalam tanah dan muncul kembali di hilir sungai seperti sistem ledeng. Tempat ini terletak di ujung gua yang disebut gua Taringgul, dan aliran sungai di bawah tanah ini disebut "Sanghyang Tikoro" atau diterjemahkan sebagai tenggorokan Allah.
Saat Anda berjalan di antara tebing tinggi, suara sungai mulai terdengar. Ketika Anda melewati tebing ini, keindahan sungai yang menakjubkan akan terkuak. Air jernih yang berwarna biru perlahan mengundang Anda untuk melompat kedalam sungai. Ketika Anda berjalan lebih ke hulu, Anda akan menemukan sebuah air terjun yang ditemani oleh pohon besar yang akarnya menjuntai. Tempat ini merupakan tempat yang tepat untuk bermain dengan adrenalin Anda, bergelantungan di ranting pohon seperti Tarzan dan terjun ke dalam air.


Sungai Citumang adalah tempat yang sempurna untuk membawa anak-anak dan keluarga Anda. Di sini, Anda dapat mengajari mereka nilai-nilai tentang alam, pentingnya lingkungan, dan tempat di mana waktu yang berkualitas tidak hanya dengan satu sama lain, tetapi juga dengan lingkungan. Jika kesibukan kota membuat hari-hari Anda tertekan, cobalah benamkan kepala Anda ke dalam air pegunungan yang jenir dan sejuk. Tutup mata Anda dan biarkan perasaan tertekan Anda mengalir dengan air ke hilir. Perjalanan ke sungai Citumang sangat menyenangkan dan bermanfaat, jadi ketika Anda di sana, gunakan waktu Anda untuk bersenang-senang dan menyegarkan tubuh, jiwa dan pikiran.

Wisata Cukang Taneuh (Grand Canyon)



Green Canyon bukanlah Grand Canyon Amerika, Tapi Green Canyon Pangandaran. Green Canyon yang awalnya disebut "Cukang Taneuh", bahasa Sunda untuk menyebut jembatan Tanah, karena disini ada jembatan yang lebarnya 3meter terbuat dari tanah berada di atas tebing kembar di tepi sungai. Keajaiban alam yang spektakuler ini tentu tidak akan Anda temui di tempat lain. Nama Green Canyon diyakini berasal dari seorang turis Perancis yang datang ke lokasi Green Canyon sekarang pada tahun 1993. Karena air dan lumut berwarna hijau yang berlimpah maka wisatawan itu memberikan nama Green Canyon. Green Canyon terletak di Desa Kertayasa, Ciamis, Jawa Barat, sekitar 31 Km atau 45 menit berkendara dari Pangandaran.

Ketika Anda tiba di pintu masuk utama dan area parkir Green Canyon, Anda akan melihat banyak perahu kayu yang populer disebut "ketinting" berbaris cantik di tepi sungai. Perahu-perahu inilah yang akan membawa Anda ke Green Canyon dengan ongkos Rp75.000,00 per orang. Sistem pengaturan perahu sangat terorganisir, setelah Anda membayar ongkos Anda akan menerima nomor dan akan mendapat giliran sesuai dengan nomor yang Anda terima.

Ketinting kemudian akan membawa Anda menyusuri sungai, membelah hijaunya air dan perahu akan menciptakan gelombang kecil di setiap sisinya. Ketika Anda berada di dalam perahu, Anda akan melihat pemandangan indah pepohonan di tepi sungai, dan kadang-kadang ular atau kadal akan melompat ke sungai, atau muncul ke permukaan air. Ketika perahu melambat pemandangan yang  mencengangkan tepat di depan mata Anda. Tebing tinggi kembar berdiri di setiap sisi sungai, dengan stalaktit dan stalagmit, air yang jernih dan Anda mungkin akan berpikir bahwa ini adalah Taman Eden. Air mengalir turun dari setiap sisi tebing menciptakan suara gemuruh air terjun. Jika air tidak sedang pasang, Anda bisa berjalan di bawah gua besar ini dan mengagumi kedua tebing besarnya. Pakaian Anda pasti akan basah kuyup, jadi tidak ada ruginya jika Anda sekalian berenang dan merasakan kesegaran airnya. Melompat dari tebing yang cukup tinggi kedalam air merupakan pengalaman yang tidak terlupakan. Hal yang paling nyata dari Green Canyon adalah tempatnya yang sangat bersih. Tidak ada sampah makanan ringan atau bungkus rokok mengambang dan bertebaran di sekitar tebing.
Lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Pangandaran, menjadikan Green Canyon sebagai destinasi wisata di pangandaran yang sulit untuk dilewatkan begitu saja. "Sepotong surga di bumi” begitulah yang digambarkan mereka yang datang ke Green Canyon. Sebuah keajaiban Alam tersembunyi di balik semak-semak tebal dan pepohonan hutan Pangandaran. Green Canyon adalah rahasia indah dan spektakuler yang tersembunyi di Pangandaran.

sumber : green canyon

Wisata Pantai Batu Hiu

Batu Hiu merupakan salah satu tempat pariwisata yang berada di Kabupaten Pangandaran Batu hiu berjarak sekitar 14 km dari pangandaran sebagai objek wisata pilihan ketika anda datang ke Pangandaran. Terletak di Desa Ciliang Kecamatan Parigi, kurang lebih 14 km dari Pangandaran ke arah Selatan Memiliki panorama alam yang sangat indah.  Dari atas bukit kecil yang ditumbuhi pohon-pohon Pandan Wong, kita menyaksikan birunya Samudra Indonesia dengan deburan ombaknya yang menggulung putih.
Pantai Batu Hiu ini terletak di Desa Ciliang, Kecamatan Parigi.  Pantai ini dinamakan Batu Hiu karena ada batu yang terlihat di laut ini dan menyerupai sirip ikan hiu.  Untuk menikmati indahnya pantai, kita bisa naik ke atas bukit kecil di pantai ini. Dari atas bukit itulah kita bisa melihat batu yang menyerupai sirip ikan hiu, merasakan sejuknya angin laut dan juga menikmati indahnya Samudra Indonesia.
Di bukit kecil yang ditanami pandan itulah tempat yang paling pas untuk menikmati pantai Batu Hiu.Uniknya, untuk naik ke atas bukit, kita melewati “gerbang” bikit berupa terowongan kecil yang berbentuk mulut ikan hiu. Jadi, seolah-olah kita masuk ke dalam mulut ikan hiu. Kita juga bisa bermain air laut di sebelah bukit. Namun hati-hati dengan ubur-ubur yang banyak berserakan di pasir pantai.

Sekitar 200 meter dari pinggir pantai terdapat seonggok batu karang yang menyerupai ikan hiu, karena itulah tempat ini dinamakan Batu Hiu. Hembusan angin pantai menemani kita saat melepaskan pandangan ke arah samudra atau hamparan pantai sebelah timur yang terbentang hingga Pangandaran.



sumber : Pantai Batu Hiu

Wisata Pantai Batu Karas Pangandaran


Batu Karas merupakan salah satu pantai yang menjadi tujuan wisata di daerah Pangandaran,  Jawa Barat.Objek wisata yang satu ini merupakan perpaduan nuansa alam antara objek wisata Pangandaran dan Pantai Batu Hiu dengan suasana alam yang tenang, gelombang laut yang bersahabat juga pantainya yang landai membuat pengunjung betah[1]. Terletak di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang dengan jarak ± 34 km dari Pangandaran[1].Pantainya yang landai dengan air laut tenang nan biru menanti Anda untuk segera berenang menikmati airnya yang segar[1]. Anda bisa nikmati suasana tenang dengan angin sepoi-sepoi menikmati hidangan di rumah makan yang tersedia[1]. Pandangan lepas ke ujung cakrawala memberi Anda ketenangan dan kenangan berlibur yang menyenangkan[1]. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan selain berenang antara lain: berperahu di bengawan, berkemah dan berselancar[1]. Jika liburan Anda bersama keluarga, akomodasi telah tersedia untuk Anda, ada pondok wisata yang dilengkapi dengan arena bermain dan rumah ibadah. Pondok wisata ini dikelola langsung oleh Diparda Kabupaten Ciamis[1]. Fasilitas lainnya yang tersedia antara lain: Hotel, Camping Ground, Kios Cinderamata, sewaan papan selancar dan ban renang


Objek Wisata di Pangandaran

pantai barat pangandaran






saat musim liburan tiba










 pantai timur pangandaran








pantai pasir putih







Wisata Pantai Pangandaran

sunset pantai pangandaran


Pantai Pangandaran merupakan sebuah objek wisata andalan Kabupaten Pangandaran (pemekaran dari Kabupaten Ciamis) yang terletak di sebelah tenggara Jawa Barat, tepatnya di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Pantai ini dinobatkan sebagai pantai terbaik di Pulau Jawa menurut Asia Rooms.


Selain keindahan pantainya, Pantai Pangandaran juga memiliki beberapa keistimewaan lainnya, antara lain:
  • Dapat melihat terbit dan tenggelamnya matahari dari Pantai Timur dan Pantai Barat pada hari yang sama.
  • Pantainya landai dengan air yang jernih serta jarak antara pasang dan surut relatif lama, sehingga memungkinkan kita untuk berenang dengan relatif aman.
  • Terdapat pantai dengan hamparan pasir putih.
  • Memiliki tim penyelamat wisata pantai.
  • Jalan lingkungan yang beraspal mulus dengan penerangan jalan yang memadai.
  • Terdapat taman laut dengan ikan-ikan dan kehidupan laut yang mempesona.
  • Gua Jepang peninggalan PD 2
  • Hajat Laut, yakni upacara yang dilakukan nelayan di Pangandaran sebagai perwujudan rasa terima kasih mereka terhadap kemurahan Tuhan YME dengan cara melarung sesajen ke laut lepas. Acara ini biasa dilaksanakan pada tiap-tiap bulan Muharam, dengan mengambil tempat di Pantai Timur Pangandaran.
  • Festival Layang-layang Internasional (Pangandaran International Kite Festival) dengan berbagai kegiatan pendukungnya yang bisa kita saksikan pada tiap bulan Juni atau Juli.

Kabupaten Pangandaran

Kabupaten Pangandaran, adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa BaratIndonesia. Ibukotanya adalah Parigi. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di barat.

Kabupaten Pangandaran terdiri atas 10 kecamatan yang terdiri atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di kecamatan Parigi. Kabupaten Pangandaran merupakan pemekaran dari Kabupaten Ciamis. Kabupaten ini resmi dimekarkan pada 25 Oktober 2012. Kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan, yaitu :
  1. Cigugur
  2. Cijulang
  3. Cimerak
  4. Kalipucang
  5. Langkaplancar
  6. Mangunjaya
  7. Padaherang
  8. Pangandaran
  9. Parigi
  10. Sidamulih

Sejarah


Pada awalnya desa Pananjung Pangandaran ini dibuka dan ditempati oleh para nelayan dari Suku Sunda. Penyebab pendatang lebih memilih daerah Pangandaran untuk menjadi tempat tinggal karena gelombang laut yang kecil yang membuat mudah untuk mencari ikan. Karena di Pantai Pangandaran inilah terdapat sebuah daratan yang menjorok ke laut yang sekarang menjadi cagar alam atau hutan lindung, tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi gelombang besar untuk sampai ke pantai. Di sinilah para nelayan menjadikan tempat tersebut untuk menyimpan perahu yang dalam Bahasa Sunda nya disebut andar setelah beberapa lama banyak berdatangan ke tempat ini dan menetap sehingga menjadi sebuah perkampungan yang disebut Pangandaran. Pangandaran berasal dari dua buah kata “Pangan” dan “Daran” yang artinya pangan adalah “Makanan” dan daran adalah “Pendatang”. Jadi Pangandaran artinya “Sumber Makanan Para Pendatang”. Lalu para sesepuh terdahulu memberi nama desa Pananjung, karena menurut para sesepuh terdahulu di samping daerah itu terdapat tanjung di daerah ini pun banyak sekali terdapat keramat-keramat di beberapa tempat. Pananjung artinya dalam bahasa sunda pangnanjung-nanjungna (paling subur atau paling makmur).

Pada mulanya Pananjung merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad XIV M. setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan, Bogor. Nama rajanya adalah Prabu Anggalarang yang salah satu versi mengatakan bahwa beliau masih keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pagauban, namun sayangnya kerajaan Pananjung ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut) karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hasil bumi kepada mereka, karena pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).

Pada tahun 1922, penjajahan Belanda oleh Y. Everen (Presiden Priangan) Pananjung dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor banteng jantan, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa. Karena memiliki keanekaragaman satwa dan jenis – jenis tanaman langka, agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun 1934 Pananjung dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha. Pada tahun 1961 setelah ditemukannya Bunga Raflesia padma status berubah menjadi cagar alam. Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka pada tahun 1978 sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan Taman Wisata. Pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai cagar alam laut (470,0 Ha) sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya menjadi 1000,0 Ha. Perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104/KPTS-II/1993 pengusahaan wisata Taman Wisata Akam Pananjung, Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan Hutan Pangandaran.

Pariwisata


Ronggeng Gunung : Kesenian Tradisional dari Pangandaran

Indonesia bukan hanya negara dengan kekayaan panorama alam yang indah tetapi juga memiliki beragam seni tradisional yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Ada banyak kesenian tradisional di Tanah Air yang belum dikenali masyarakat, salah satunya adalah seni tari ronggeng gunung yang berasal dari Jawa Barat. Tarian ini tersebar hampir di seluruh Tanah Pasundan termasuk di Pangandaran yang menjadi tujuan wisata favorit sejak dahulu.

Bagi masyarakat Pangandaran, tari ronggeng gunung merupakan salah satu hiburan yang tidak sepi peminat, khususnya untuk kaum muda di Pangandaran. Bisa jadi hal ini karena pementasannya melibatkan wanita-wanita cantik yang luwes menggerakkan tubuh dan jemari lentik mereka sehingga menghibur penontonnya.

Dalam sejarahnya tari ronggeng gunung dikisahkan sebagai bentuk penyamaran Dewi Siti Semboja dari Kraton Galuh Pakuan Padjajaran yang ingin membalas dendam atas kematian kekasihnya bernama Raden Anggalarang yang tewas di tangan perampok (bajak laut) pimpinan Kalasamudra saat tengah perjalanan menuju Pananjung, Pangandaran. Saat itu Dewi Siti Samboja berhasil selamat dan bersembunyi di kaki gunung sekitar Pangandaran. Kemudian Dewi Siti Samboja dan pengiringnya menyamar sebagai Nini Bogem, yaitu seorang penari ronggeng kembang keliling yang diiringi para penabuh gamelan. Mereka berkeliling ke seluruh wilayah kerajaan hingga ke pelosok pegunungan dengan tujuan untuk mencari pembunuh kekasihnya tersebut. Dewi Samboja sendiri ada yang menyebut sebagai putri ke-38 Prabu Siliwangi.

Kisah ini diperkuat dengan ditemukannya bukti arkeologis tahun 1977 berupa reruntuhan candi di Kampung Sukawening, Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis. Kalangan arkeolog menyebutnya Candi Pamarican namun masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan nama Candi Ronggeng, itu karena di lokasi Candi ditemukan arca nandi dan batu berbentuk kenong atau gong kecil yang dipercaya mempunyai kaitan erat dengan kesenian ronggeng gunung.

Sebenarnya Kesenian Ronggeng Gunung bukan hanya sekadar hiburan tetapi juga pengantar upacara adat. Dalam mitologi Sunda, Dewi Siti Samboja atau Dewi Rengganis hampir sama dengan Dewi Sri Pohaci yang selalu dikaitkan dengan kegiatan bertani dan kesuburan. Oleh karena itu, tarian ronggeng gunung melambangkan kegiatan Sang Dewi saat bercocok tanam, yakni sejak turun ke sawah, menanam padi, memanen, hingga akhirnya syukuran atas keberhasilan panen.

Photo Courtesy by data sunda

Seni tari ronggeng gunung  mirip  tari jaipong yang juga berasal dari Jawa Barat namun tari ronggeng gunung memiliki ciri khas tersendiri, bahkan banyak tari ronggeng di zaman sekarang adalah perkembangan dari tari ronggeng gunung. Seni tari ini dipentaskan oleh lima orang wanita berpenampilan cantik dan luwes dengan satu orang penari utama yang mengenakan selendang dan diiringi oleh pengibing yaitu sekelompok laki-laki yang mengenakan sarung, penyinden dan penabuh gamelan. Irama musik yang berasal dari irama tabuhan kendang, bonang dan goong  menghasilkan irama sederhana namun auranya mampu menggetarkan hati penonton. Kesenian ini memiliki satu aturan yang tidak boleh dilanggar yaitu antara penari dan pengibing tidak diperbolehkan melakukan kontak langsung dan mereka harus memiliki fisik kuat karena pertunjukkan dapat berlangsung selama berjam-jam.

Pertunjukan tari ronggeng gunung biasanya dibedakan bentuk pementasannya apakah untuk keperluan pertunjukkan adat atau untuk hiburan. Tari ronggeng untuk upacara adat biasanya dibawakan dengan pakem atau aturan tertentu, yaitu adanya tata urutan lagu. Sementara itu, tari ronggeng untuk hiburan biasanya lebih fleksibel karena tidak ada pakem urutan lagu.

Bagi masyarakat Ciamis Selatan, tari ronggeng gunung bukan semata sarana hiburan tetapi juga digunakan sebagai pengantar upacara adat saat panen raya, perkawinan, khitanan, dan penerimaan tamu. Sebelum pertunjukan dimulai, biasanya akan diadakan sesajen untuk persembahan kepada para leluhur dan roh-roh yang ada di sekitar tempat digelarnya tarian agar pertunjukan berjalan lancar. Bentuk sesajennya berupa kue kering tujuh macam dan tujuh warna, pisang emas, sebuah cermin, sisir, dan sering pula ditemukan rokok sebagai pelengkap sesaji.

Apabila Anda menyempatkan diri untuk menyaksikan tari ronggeng gunung di Pangandaran barangkali Anda akan mengubah pendapat tentang cara pandang terhadap nilai dan keindahan hiburan seni budaya tradisional. Di tengah kemajuan zaman yang serba modern dan banyak orang lebih memilih hiburan modern ketimbang hiburan tradisional, sesungguhnya tari seni ronggeng gunung memiliki pesan kearifan lokal termasuk di dalamnya sebagai sarana ritual, silaturahmi dan hiburan. 

Tari ronggeng gunung mengalami masa keemasan tahun 1970-1980 namun tenggelam satu dekade kemudian pada era 1990-an sebagaimana kesenian rakyat lainnya yang terancam punah karena tidak ada peminat atau sepinya tawaran mentas. Satu per satu kelompok ronggeng pun pensiun hingga hanya menyisakan sedikit peronggeng. Oleh karena itu, pementasan rutin kemudian digelar atas kerja sama  Disparbud Jawa Barat dan Pemerintah Daerah Panggandaran sebagai upaya untuk terus melestarikan kesenian yang hampir dilupakan ini sekaligus untuk meningkatkan citra pariwisata di Pangandaran.

Saturday, November 23, 2013

Hajat Laut Pangandaran


Berlokasi di semenanjung pantai selatan Jawa Barat, Pangandaran memang pantai yang menawan dengan segala pesona alam dan aura mistis yang menyelubunginya.  Perahu-perahu kayu bercadik nampak berjajar rapi ramai di tepian Pantai Pangandaran, terutama di Pantai Timur Pangandaran. Lautnya berarus besar namun indah menjadi latar yang sempurna bagi perahu-perahu nelayan. 

Beberapa perahu dibuat khusus berukir kepala naga (atau pun ukiran lainnya)pada salah satu ujungnya. Perahu-perahu kayu tersebut adalah sarana transportasi penting bagi nelayan untuk mencari ikan dan mendukung kegiatan wisata (sewa perahu) untuk menuju pulau-pulau terdekat.  Khusus kali ini, perahu-perahu yang nampak lebih cantik tersebut adalah terutama untuk keperluan kegiatan tradisi budaya yang biasa digelar setahun sekali. 

Tradisi budaya yang dimaksud adalah sebuah pesta syukuran yang menjadi agenda rutin di Pantai Pangandaran, yaitu Hajat Laut. Saat diadakan upacara perayaannya maka Pangandaran akan dipadati ribuan orang yang terdiri dari masyarakat nelayan selaku pelaksana hajat laut dan tentunya para wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang tertarik melihat rangkaian acaranya dari dekat.

Pesta hajat laut diadakan sebagai bentuk rasa syukur para nelayan Pangandaran kepada Tuhan atas segala rizki yang diberikan-Nya. Pesta masyarakat nelayan Pangandaran ini biasanya dilaksanakan setiap bulan Syura atau bulan Muharam berdasar penanggalan Hijriah dan biasanya digelar setiap hari Senin atau Kamis terakhir di bulan Muharam.

Tradisi hajat laut meliputi serangkaian kegiatan sebelum melakukan kegiatan puncak, yaitu melarung dong dang atau sesaji ke tengah laut. Sebelum nelayan membawa sesaji ke tengah laut, terlebih dahulu acara dibuka dengan pembacaan doa terlebih dan pembacaan Ayat Suci Al Qur’an. Selain itu, tradisi syukuran ini juga dimeriahkan dengan berbagai perlombaan dan atraksi budaya lainnya.Perlombaan yang kerap melengkapi rangkaian acara dan menjadi daya tarik tambahan tradisi hajat laut adalah lomba panjat pinang dan tangkap bebek yang dilepas ke laut. Adapun atraksi budaya dan kesenian meliputi suguhan kesenian tradisional, seperti tari tradisional, musik tradisional, perahu hias, helaran dan kirab dongdang, serta marching band.

Sebagai kegiatan puncak, digelar kegiatan melarung sesaji ke tengah laut dan tabur bunga. Tiba di acara puncak ini, belasan kapal-kapal kayu yang mengusung sesaji diturunkan serempak ke pinggir laut dan siap berlayar sambil mengusung barang persembahan. Sesaji yang akan dilarung berupa kepala kerbau dan kambing, beragam makanan, buah-buahan, perhiasan atau aksesoris, pakaian, dan lain sebagainya. 

Mengikuti di belakang perahu-perahu bermotor yang mengusung sesaji tersebut, puluhan perahu-perahu nelayan lainnya akan mulai mengikuti perahu besar (utama) yang mengangkuti sesaji. Sesampainya di lokasi melarung sesaji di tengah laut, semua persembahan yang telah disiapkan tersebut satu persatu mulai diturunkan dari perahu dan lalu ditenggelamkan. Inilah salah satubentuk rasa syukur para nelayan kepada Tuhan atas segala anugerahkekayaan yang dilimpahkan di perairan laut di selatan pulau Jawa itu. Selepas melarung sesaji, acara hajat laut kemudian akan ditutup dengan pentas seni. 

Tradisi hajat laut ini hampir selalu meriah dan dihadiri ribuan orang, termasuk wisatawan yang ingin mengikuti prosesi dari awal hingga akhir. Hajat laut biasanya digelar serempak di 10 titik pangkalan nelayan dengan kegiatan puncak digelar di Pangandaran. Selain sebagai ungkapan rasa syukur, tradisi masayarakat pesisir Pangandaran ini merupakan momentum introspeksi diri bagi warga nelayan dan masyarakat pada umumnya. Terlebih lagi, tradisi budaya semacam ini juga berdampak positif terhadap perkembangan kegiatan pariwisata di Pantai Pangandaran. Para wisatawan dapat menumpang atau menyewa kapal-kapal nelayan untuk ikut mengantar sesaji hingga ke tengah lautan dan menyaksikan prosesinya dari awal hingga akhir. 

Sebagai lokasi wisata yang populer dan sudah dikembangkan, Pantai Pangandaran sudah dilengkapi sejumlah akomodasi dan fasilitas penunjang wisatawan. Terdapat sejumlah hotel dan penginapan di dekat pantai Pangandaran, beberapa menampilkan pemandangaan langsung menghadap laut lepas. Untuk wisata kuliner sajian khas laut juga mudah ditemukan di sana. Warung-warung makanan berjejer di dekat pantai. Toko-toko yang menjual souvenir, mulai dari tas, kalung, gantungan kunci, pakaian, sarung pantai, dan lainnya juga tampak memadati tepi pantai (sekira 100 meter dari garis pantai) dan di beberapa lokasi khusus agak jauh dari pantai. 

Anda dapat menyewa sepeda untuk mengelilingi kawasan sekitar pantai dan perkampungan penduduk. Matahari terbit berwarna perak dapat dinikmati di Pantai Timur. Matahari tenggelam memesona dapat dinikmati keindahannya di tempat yang berbeda (pantai barat) namun berdekatandengan pantai timur dan berada di garis pantai yang sama.